https://tik.ft.unm.ac.id/bni4d/ https://tik.ft.unm.ac.id/shopify/slot888/

Komersialisasi Tanah vis a vis Hak Warga Jogja

By: Admin | Diposkan pada: 04-05-2019

Maraknya berdirinya hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya di kawasan pemukiman padat penduduk dapat menimbulkan berbagai persoalan, diantaranya pencemaran lingkungan. Permasalahan dalam bidang lingkungan dapat membahayakan kehidupan manusia, maka kebijakan pembangunan bangunan komersial seperti hotel, condotel, apartemen ataupun komersial lain seperti pertokoan dan SPBE perlu arahan atau acuan pada pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat diartikan mendayagunakan sumber daya alam sebagai daya tarik wisatawan, dan juga upaya untuk melestarikan dan mengembangkan lingkungan itu sendiri.Melihat permasalahan diatas, Lembaga Ombudsman Swasta DIY bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta melaksanakan Seminar Regional yang bertema “HAK WARGA ATAS TATA KELOLA LINGKUNGAN, DALAM MELAWAN KOMERSIALISASI TANAH” pada Rabu, 24 September 2014 di Auditorium Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.

Dinamika diskusi pada seminar ini diawali dengan pertanyaan dari perwakilan warga yang merasakan dampak langsung akibat komersialisasi tanah, Dodo bercerita apa yang dirasakan warga di tempat tinggalnya, Miliran. Menurutnya, dalam dua tahun hotel Fave memakai sumur air dalam tanpa izin, menunjukkan pemerintah tidak tegas akan dampak dari pembangunan hotel tersebut.
“Walikotane mbuh (tidak mengetahui),” kata dia.

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Perekonomian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) DIY, Sugeng Purwanto mengakui masih adanya ganjalan dan koordinasi terkait pembangunan hotel. Menurutnya, pemerintah akan berpihak pada pengusaha daerah dari pada pengusaha luar. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan sebanyak 30 izin pendirian hotel, sementara ada sebanyak 100 lebih izin yang masih menunggu. “Space-nya sudah dipastikan,” kata dia.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Syamsuddin Nurseha menjelaskan keistimewaan Yogyakarta kian sulit dirasakan warganya. Pasalnya, dampak pembangunan yang mestinya dirasakan warga justru hanya dirasakan segelintir kelompok tertentu. Ia mencontohkan maraknya pembangunan hotel. Sementara warga yang berada di sekitarnya hanya mendapat dampak negatifnya. “Buat pengusaha dan penguasa mungkin yang lebih merasa istimewa,” kata dia
Menurut Syamsuddin, problem yang ada saat ini adalah implementasi peraturan yang dilakukan pemerintah sudah tidak konsisten. Oleh karena itu, ia menyarankan warga untuk bersikap ofensif bukan lagi defensif. “(Masyarakat) harus melakukan tindakan,” kata dia.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta, Agus Pandoman mengatakan, kebijakan pemerintah saat ini merupakan wujud dari tindakan hukum yang meninggalkan prinsip ilmiah. “Prinsip-prinsip ilmiah jika ditinggalkan akan berdampak buruk,” ujarnya.

Berita lebih lengkap dapat mengunjungi disini